Home Sweet Home Tempat Kembali Pulang


Home Sweet Home Tempat Kembali Pulang


Hanya bilik bambu tempat tinggal kita
Tanpa hiasan..tanpa lukisan
Beratap jerami beralaskan tanah
Namun semua ini punya kita
Memang semua ini punya kita sendiri

Lebih baik di sini rumah kita sendiri..
Segala nikmat anugerah yang kuasa..
Semuanya ada di sini..

Rumah Kita..

Sepenggal lagu yang hits di era tahun 80an lagu yang di populerkan grup rock musisi gaek Achmad Albar dan Ian Antono, judulnya Rumah kita.

Bicara rumah kita eh rumah kami maksudnya nggak se-hiperbola syair lagu di atas, alhamdulillah kami tinggal di rumah dengan tembok permanen, beberapa hiasan di dinding, beratap genteng, berlantai keramik. Dan yang paling terpenting adalah kami tinggal di rumah kami sendiri.


Sempat mengalami beberapa tahun menjadi "kontraktor" alias mengontrak rumah ke sana sini. Impian punya rumah sendiri akhirnya menjadi kenyataan, tentunya setelah melewati serangkaian usaha, peluh, darah dan air mata *lebay.

Iya, semua pasangan berumah tangga, pasti menjadikan rumah sebagai urutan pertama untuk di miliki, apalagi setelah punya anak. Memiliki rumah sendiri adalah impian yang istimewa, ia sangat benilai, tidak mudah di raih karena harus di usahakan dengan sekuat tenaga. Selain karena harganya mahal dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan, perawatannya pun tidak murah. 

Namun ada satu hal penting lain menanti setelah rumah sudah bisa di miliki, yaitu bagaimana menjadikan rumah sebagai tempat yang indah, nyaman, aman, damai dan tenteram bukan hanya tampak luar, tapi juga dari dalam, yang tercermin dari sikap para penghuninya.

Beberapa tahun lalu pernah terjadi seorang teman anak saya, hampir setiap hari selalu bermain di rumah sepulang sekolah, tak pernah ada keinginannya untuk pulang sendiri, dia baru akan pulang setelah saya ingatkan untuk pulang, makan siang dan tidur siang di rumah bersama anak saya. Sebenarnya ini bukan masalah besar untuk saya, saya malah senang karena anak saya ada teman bermain, anak ini baik dan tidak macam-macam. 

Yang saya heran adalah ibu nya tak pernah sekalipun berusaha mencari si anak, awalnya saya pikir dia mungkin bekerja, ternyata tidak. Usut punya usut di rumahnya sedang ada "masalah" dan anak ini memilih untuk tidak pulang sesuai jadwal, karena tidak merasa nyaman berlama-lama di rumahnya sendiri.

Rumah yang nyaman bukan hanya tentang rumah milik sendiri atau rumah kontrakkan, yang mewah atau sederhana, bukan yang indah atau biasa saja. Tetapi lebih dari itu. Rumah yang nyaman seharusnya menjadi tempat yang paling di rindukan untuk kembali pulang.

Rumah dan "rumah" adalah dua hal yang berbeda. House tidak sama dengan Home, House lebih berupa fisik tapi Home adalah sebuah nilai.

Istilah home sweet home sering kali hanya berupa slogan. Padahal untuk mewujudkan itu membutuhkan cara yang kompleks.  Karena ini bukan hanya sekedar rumah yang manis secara fisik, tetapi rumah yang "manis" di hati para penghuninya.

Tiap rumah tangga punya caranya masing-masing mewujudkan "home" mereka, persis seperti ilmu parenting dalam mendidik anak-anak. Tak ada teori pasti untuk mewujudkan rumah = home"

Begitu pun dengan keluarga kami, yang hingga hari ini masih mencari kunci yang paling pas untuk mewujudkan "home" kami, agar ia menjadi tempat kembali yang paling di rindukan untuk kami semua penghuninya, rumah yang bukan hanya sekedar tempat berteduh dan bernaung tapi rumah yang akan menjadi surga untuk kami semua. Mewujudkan 'home' adalah sebuah proses yang terus berkembang seiring perkembangan kami.

Bagi kami, keteladanan orangtua adalah kunci pertama membangun "home" dari sana semuanya berhulu dan bermuara. Hubungan suami isteri yang harmonis dan selaras adalah kunci berikutnya. Kebebasan berpendapat, kejujuran, saling menghargai, menyayangi satu sama lain, kerjasama serta keterbukaan adalah nilai utama yang kami terapkan dalam rumah.

Wujud "rumah" kami mungkin masih jauh dari sempurna, namun menyaksikan anak-anak menjalani hari-hari dengan ceria, tumbuh dengan baik, ber karakter baik  rasanya sudah cukup. Apalagi ini adalah rumah kami sendiri, yang bagaimanapun keadaannya tetap lebih baik, dari pada rumah sewa atau kontrakan.

Rumah kami adalah rumah terbaik bagi kami. Hingga tiba masanya kami melepas anak-anak mengarungi hidupnya masing-masing, sejauh apapaun mereka pergi, semoga ia akan selalu ada sebagai tempat mereka pulang.
















Write a comment