Guru Sejarah, Guru Killer Favorit

Kalau di tanya apa pelajaran favorit yang paling saya suka saat di sekolah, jawabannya ada beberapa, dan pelajaran sejarah ada di paling atas.

Sejak SD saya mulai terkesima menyimak pelajaran sejarah, mendengarkan penjelasan aneka peristiwa dan perjanjian penting, yang mengubah jalannya sejarah membuat saya takjub.


Ketika pak Guru menceritakan kisah berdirinya kerajaan Majapahit, saya membayangkan seperti apa ya rupa Gajah Mada dan cantiknya Ken Dedes tuh kayak apa, kisah yang menjadi cikal bakal berdirinya nusantara ini membuat pikiran saya mengembara.

Beberapa orang mungkin tidak suka pelajaran sejarah yah, soalnya sejarah kan masa lalu yang lalu biar lah berlalu, begitu kata judul lagu.

Guru SD saya sangat unik, setiap menjelang pulang sekolah, beliau selalu melakukan tanya jawab dan memberikan pertanyaan umum, yang tentu saja di dominasi pelajaran sejarah, maklum kan ya pertanyaan tentang sejarah kan paling mudah, sebutkan tanggal, tahun di mana terjadinya ina inu ini itu, sayangnya jawabannya tidak semudah pertanyaannya, perlu daya ingat untuk mengingat pelajaran sejarah.



Guru Sejarah, Guru Killer Favorit
ilustrasi dari pixabay.com

Masa SMP, kesukaan saya terhadap pelajaran sejarah makin bertambah, padahal gurunya galak banget loh? Terkenal sebagai guru killer di sekolah. Ya nggak tahu kenapa karena saya suka belajar sejarah, jadi nggak ngaruh, lagi pula ibu Diah begitu nama guru sejarah saya, punya alasan kuat mengapa ia harus galak.

Sebagai murid mungkin kita menganggap guru yang galak itu galak, padahal kata yang tepat untuk guru galak adalah tegas.

Iya, bu Diah guru yang tegas, dia mengajarkan pelajaran sejarah dengan sangat detail, seolah tak ada satu peristiwa pun yang layak di lupakan, karena semua peristiwa dalam sejarah sangat penting, dan berperan mengubah jalannya sejarah.

Selain itu beliau sesungguhnya sangat penyayang, saya ingat ada seorang teman perempuan saya yang terkenal suka menjadi pusat perhatian karena hobi menggunakan rok mini dan baju menerawang. Iya bu Diah ini memang guru terdepan dalam menghadapi anak-anak yang susah di atur.

Hari itu beliau melakukan sidak membawa gunting dan mencari siapa saja murid perempuan yang berani menggunakan rok pendek di atas lutut. 

Sudah di duga teman saya kena, sreett! rok yang sudah pendek jadi semakin pendek, ya tanpa babibu gunting yang di pegang bu Diah bekerja.

Tapi entahlah sebagai anak ingusan saya bisa merasakan jika hati beliau sesungguhnya pun bergejolak saat melakukan itu.

Beliau melakukan itu demi masa depan anak-anak muridnya, suaranya bergetar ketika kemudian beliau menasihati kami anak-anak perempuan agar menjadi perempuan baik dengan penampilan sopan dan tidak mengumbar aurat sembarangan "anak-anak perempuan, ibu melakukan ini untuk kebaikan kalian, anak perempuan itu ibarat porselen, retak sedikit turun harganya, jadi jaga diri kalian dengan tidak mengumbar aurat sembarangan, berperilaku baiklah sesuai aturan dan norma" 

Kata-kata yang selalu ku ingat dan baru saya rasakan maknanya setelah saya punya anak perempuan. Hampir semua murid nakal pernah berurusan dengan bu Diah, suaranya menggelegar, bahasa tubuhnya sangat tegas.

Meski begitu Ibu Diah ternyata sosok yang paling berkesan buat murid-muridnya, terbukti kini setelah kami lulus, saat reuni banyak teman-teman yang becerita kesan pengalamannya di gembleng Bu Diah, di balik sikapnya yang bikin jiper ternyata banyak yang sayang Bu Diah, karena ketegasannya memberi pemahaman di masa depan.

Beberapa waktu lalu saya berjumpa kembali dengan bu Diah di facebook, tentu beliau tidak ingat dengan saya, namun sungguh manis rasanya ketika saya menyapa dan beliau meminta saya bersikap layaknya teman menghilangkan status gurunya, karena kami kini sama, sama-sama sebagai ibu. 

ODOPOKT1
Tulisan ini di sertakakan dalam program One Day One Post Blogger Muslimah Indonesia







Komentar

(1)
  1. guru sejarah kayanya emang harus killer deh, mba. Biar ngga ngantuk. Dulu guru sejarahku masih single, dipanggilnya Bu cantik :D

    BalasHapus

Posting Komentar