Mengenal AJT CogTest, Test Kognitif untuk Memaksimalkan Potensi Anak
Setiap anak adalah individu, dengan kualitas sosial, emosional, intelektual, dan fisik khusus. Anak-anak itu unik, setiap mereka adalah satu-satunya.
Sebagai orangtua, siapa yang tidak ingin anak-anaknya sukses, berprestasi? Rasanya tidak ada yaa. Saya yakin semua orangtua menginginkan yang terbaik untuk anak-anaknya.
Standar dan ukuran kesuksesan serta prestasi setiap keluarga pastinya berbeda-beda, dan berbagai cara dilakukan untuk mewujudkan harapan dan keinginan tersebut. Namun, sudahkah berada di jalur yang "benar" untuk mewujudkannya?
Pertanyaan ini seringkali menghinggapi saya, terlebih ketika menghadapi masalah dan tantangan saat menghadapi anak-anak. Up and down bagai naik roller coaster, memang ya, mengasuh dan mendidik anak itu salah satu tanggung jawab paling berat dan berharga dalam hidup. Membawa berkah dan kebahagiaan, namun di sisi lain juga menantang, luar biasa.
Salah satu fase yang paling membuka mata dalam menjadi orangtua adalah ketika anak-anak memasuki masa transisi, dari masa balita ke masa sekolah. Saat ini lah, rasanya terasa sah ya menjadi orangtua.
Oiya, teman-teman siapa yang tahun ajaran baru ini mengantar anak-anak kesekolah untuk pertama kalinya? Sudah membawa tas sendiri, pakai sepatu, dan seragam baru, terharu ya!? Betapa waktu cepat berlalu. Hal seperti ini juga saya rasakan dulu saat mengantar anak-anak pertama kali kesekolah.
Selain ada rasa bahagia, ketika anak-anak mulai sekolah saya juga merasakan terselip rasa khawatir. Bisa nggak ya anak saya mengikuti pelajaran di sekolah? Bagaimana ya dia dengan teman-temannya? Bagaimana gurunya, lingkungan dan lainnya.
Saat anak-anak mulai sekolah, mereka memulai perjuangan tahun demi tahun, bukan sehari dua hari, hal yang normal jika orangtua memiliki perasaan semacam itu, dan memang tidak ada jaminan semua akan selalu mulus, kesulitan dan hambatan adalah salah satu hal yang tak terpisahkan dalam proses belajar anak di sekolah juga di rumah.
Tanggal 18 Juli lalu, saya menghadiri acara yang menambah pemahaman menghadapi kesulitan anak dalam belajar. Dengan tema “How to Discover Your Child’s Potential” berlangsung di Rojiro Coffe, Cimanggis, acara yang dihadiri oleh ibu-ibu dari berbagai komunitas berlangsung seru dan membuka wawasan, dengan narasumber Diana Lie, Psikolog.
Label negatif sendiri biasanya akan diberikan ketika anak dinilai bodoh, malas, nakal, gendut, dan lain sebagainya. Padahal, label negatif itu bisa berdampak buruk terhadap rasa percaya diri anak, apalagi jika label negatif dari orang tuanya, maka ia juga akan menilai dirinya sendiri seperti itu.
Banyak faktor yang menentukan keberhasilan anak, terutama dalam belajar. Seiring perkembangan anak-anak, bukan hanya anak yang belajar, orangtua juga idealnya terus belajar dan dinamis dengan perkembangan yang ada. Karena selain unik, anak-anak juga hidup di zaman yang berbeda dengan orangtua.
Lalu, apa sajakah yang harus dilakukan orangtua untuk menggunkap dan memaksimalkan potensi anak-anak?
1. Authoritarian Parenting atau pengasuhan otoriter adalah jenis pengasuhan yang menuntut anak-anak untuk mengikuti perintah-perintah yang cenderung menggunakan disiplin yang dan menggunakan hukuman untuk mengendalikan perilaku anak-anak. Orangtua otoriter cenderung kurang responsif terhadap kebutuhan anak-anak mereka.
2. Authoritative Parenting, pola pengasuhan yang orientasi pada prestasi dengan menetapkan peraturan dan menerapkan batasan dengan membuka diskusi dengan anak-anak, pola pengasuhan ini akan memberi kebebasan dan dukungan terhadap apa yang dilakukan anak-anaknya. Tipe parenting ini juga dikenal sebagai Democratic Parenting Style.
3. Permissive parenting, pola pengasuhan seperti ini tidak terlalu banyak memberikan aturan dan batasan kepada anak-anaknya. Mereka sangat hangat, longgar, memberi kebebasan, dan memanjakan buah hatinya.
4. Neglectful Parenting, pola pengasuhan seperti ini tidak menetapkan batasan secara tegas, tidak menerapkan standar yang sangat tinggi untuk anak-anaknya. Orangtua seperti ini cenderung acuh terhadap kebutuhan anak-anaknya dan tidak terlibat dalam kehidupan mereka. Hal ini dikarenakan mereka telah memiliki masalah mental tersendiri. Seperti depresi, penganiayaan fisik atau pengabaian anak saat mereka masih kecil.
1. Mendengarkan dengan seksama baru merespon
2. Berbicara dua arah, dengan posisi setara sebagai sesama manusia
3. Diskusikan tentang perasaan dan apa keinginan masing-masing
4. Berikan kepercayaan dan penjelasan untuk saling mengerti
5. Komunikasi juga dengan bahasa tubuh dan ekspressi yang tulus serta sentuhan kasih sayang
Anak-anak sejak usia balita sudah bisa loh memahami gaya komunikasi seperti ini, lakukan dengan bahasa sederhana, anak-anak juga bisa berlatih menyampaikan pendapat, merangsang kepekaan dan kemampuan komunikasinya.
Mengungkapkan kemampuan potensial anak memang, pastinya seperti membuka kotak pandora. Kita tidak tahu apa yang tersimpan didalamnya hingga kita benar-benar mengoptimalkannya, untuk itu orangtua juga perlu memahami kemampuan kognitif anak.
Kemampuan kognitif merupakan salah satu bagian dari hasil pengalaman belajar. mendeskripsikan bahwa pengembangan kognitif seorang anak yang telah berusia satu tahun dapat dilakukan dengan memberikan kesempatan pada anak untuk lebih banyak berbicara, mempraktikkan keterampilan baru, mengeksplorasi tempat-tempat baru, bermain dengan beragam alat permainan, menyimak cerita dan melihat-lihat buku bergambar.
KArena setiap anak unik, orangtua banyak mengalamiu kesulitan untuk mengetahui dengan jelasa kemampuan kognitif anak. Tetapi, serangkaian test ternyata bisa dilakukan dalam memberikan rekomendasi kepada orangtua tentang apa kemampuan dan kelebihan serta kekurangan anak yang perlu di akomodasi dan di fasilitasi dalam memecahkan berbaagai masalah.
AJT CogTest adalah tes penilaian berbasis bukti yang memberi wawasan yang jelas tentang bagaimana siswa memproses dan memperoleh pengetahuan. Tes ini menawarkan pengukuran kekuatan dan kelemahan kognitif yang akurat, handal, tervalidasi dan lengkap.
AJT CogTest adalah test yang melibatkan orangtua dan anak. sebagai hasil pengembangan dan penelitian selama empat tahun melalui penelitian yang menggunakan teori kecerdasan modern Cattell-Horn-Carroll ("CHC")
AJT CogTest adalah alat ukur yang pertama di Indonesia, divalidasi, dan paling komprehensif untuk mengukur kemampuan serta kelemahan belajar siswa usia 5-18 tahun. Cara kerja AJT CogTest adalah Penelitian Berbasis Bukti yang di lakukan oleh PT MCI (Melintas Cakrawala Indonesia) perusahaan yang menyediakan produk dan layanan dengan kualitas terbaik untuk memastikan potensi anak.
Hadir dalam acara juga bapak Ari Kunwidodo selaku Direktur Utama PT Melintas Cakrawala Indonesia yang menyampaikan, “Tema How to Discover Your Child’s Potential diangkat dikarenakan banyaknya orang tua yang bersemangat membantu anaknya untuk sukses namun ternyata upayanya justru kadang membuat anak itu sendiri menjadi enggan berusaha lebih giat.
Dengan adanya test ini orangtua jadi lebih mantap mengarahkan anak-anaknya ya, sesuai dengan potensinya, mendengar pemaparan ini saya jadi penasaran seperti apa AJT CogTest.
dan ingin juga memahami profil kognitif anak-anak secara intens, supaya mereka bisa meraih prestasi yang diinginkan dan mencapai yang terbaik dalam hidupnya.
Standar dan ukuran kesuksesan serta prestasi setiap keluarga pastinya berbeda-beda, dan berbagai cara dilakukan untuk mewujudkan harapan dan keinginan tersebut. Namun, sudahkah berada di jalur yang "benar" untuk mewujudkannya?
Pertanyaan ini seringkali menghinggapi saya, terlebih ketika menghadapi masalah dan tantangan saat menghadapi anak-anak. Up and down bagai naik roller coaster, memang ya, mengasuh dan mendidik anak itu salah satu tanggung jawab paling berat dan berharga dalam hidup. Membawa berkah dan kebahagiaan, namun di sisi lain juga menantang, luar biasa.
Salah satu fase yang paling membuka mata dalam menjadi orangtua adalah ketika anak-anak memasuki masa transisi, dari masa balita ke masa sekolah. Saat ini lah, rasanya terasa sah ya menjadi orangtua.
Oiya, teman-teman siapa yang tahun ajaran baru ini mengantar anak-anak kesekolah untuk pertama kalinya? Sudah membawa tas sendiri, pakai sepatu, dan seragam baru, terharu ya!? Betapa waktu cepat berlalu. Hal seperti ini juga saya rasakan dulu saat mengantar anak-anak pertama kali kesekolah.
Selain ada rasa bahagia, ketika anak-anak mulai sekolah saya juga merasakan terselip rasa khawatir. Bisa nggak ya anak saya mengikuti pelajaran di sekolah? Bagaimana ya dia dengan teman-temannya? Bagaimana gurunya, lingkungan dan lainnya.
Saat anak-anak mulai sekolah, mereka memulai perjuangan tahun demi tahun, bukan sehari dua hari, hal yang normal jika orangtua memiliki perasaan semacam itu, dan memang tidak ada jaminan semua akan selalu mulus, kesulitan dan hambatan adalah salah satu hal yang tak terpisahkan dalam proses belajar anak di sekolah juga di rumah.
Tanggal 18 Juli lalu, saya menghadiri acara yang menambah pemahaman menghadapi kesulitan anak dalam belajar. Dengan tema “How to Discover Your Child’s Potential” berlangsung di Rojiro Coffe, Cimanggis, acara yang dihadiri oleh ibu-ibu dari berbagai komunitas berlangsung seru dan membuka wawasan, dengan narasumber Diana Lie, Psikolog.
Setiap anak adalah "unik"
Setiap anak adalah individu, dengan kualitas sosial, emosional, intelektual, dan fisik khusus. Anak-anak itu unik, tidak pernah ditemukan ada dua anak yang benar-benar sama, secara fisik, emosional, sosial dan intelektual, setiap anak berbeda.
Iyes, soal ini saya sepakat banget. Dengan empat anak di rumah, saya merasakan bagaimana berlikunya usaha menemukan dan memahami hal terbaik yang harus dilakukan pada setiap situasi anak-anak.
Menurut Diana Lie, dalam mengarahkan anak-anak, hal pertama yang harus dilakukan orangtua adalah mengontrol dirinya sendiri, dengan tidak melontarkan ucapan atau melakukan tindakan yang berdampak buruk terhadap perkembangan anak, salah satunya memberi label negatif, baik itu kepada perilaku, sifat, atau bentuk fisik.
Iyes, soal ini saya sepakat banget. Dengan empat anak di rumah, saya merasakan bagaimana berlikunya usaha menemukan dan memahami hal terbaik yang harus dilakukan pada setiap situasi anak-anak.
Menurut Diana Lie, dalam mengarahkan anak-anak, hal pertama yang harus dilakukan orangtua adalah mengontrol dirinya sendiri, dengan tidak melontarkan ucapan atau melakukan tindakan yang berdampak buruk terhadap perkembangan anak, salah satunya memberi label negatif, baik itu kepada perilaku, sifat, atau bentuk fisik.
Label negatif sendiri biasanya akan diberikan ketika anak dinilai bodoh, malas, nakal, gendut, dan lain sebagainya. Padahal, label negatif itu bisa berdampak buruk terhadap rasa percaya diri anak, apalagi jika label negatif dari orang tuanya, maka ia juga akan menilai dirinya sendiri seperti itu.
Banyak faktor yang menentukan keberhasilan anak, terutama dalam belajar. Seiring perkembangan anak-anak, bukan hanya anak yang belajar, orangtua juga idealnya terus belajar dan dinamis dengan perkembangan yang ada. Karena selain unik, anak-anak juga hidup di zaman yang berbeda dengan orangtua.
Lalu, apa sajakah yang harus dilakukan orangtua untuk menggunkap dan memaksimalkan potensi anak-anak?
1. Temukan Parenting Style ideal untuk anak
Tipe orangtua seperti apakah saya?
Pertanyaan ini akhirnya terjawab, setelah saya menjawab serangkain pertanyaan dari Diana Lie.
Pada dasarnya ada 4 tipe parenting yang diterapkan orangtua yaitu:
1. Authoritarian Parenting atau pengasuhan otoriter adalah jenis pengasuhan yang menuntut anak-anak untuk mengikuti perintah-perintah yang cenderung menggunakan disiplin yang dan menggunakan hukuman untuk mengendalikan perilaku anak-anak. Orangtua otoriter cenderung kurang responsif terhadap kebutuhan anak-anak mereka.
2. Authoritative Parenting, pola pengasuhan yang orientasi pada prestasi dengan menetapkan peraturan dan menerapkan batasan dengan membuka diskusi dengan anak-anak, pola pengasuhan ini akan memberi kebebasan dan dukungan terhadap apa yang dilakukan anak-anaknya. Tipe parenting ini juga dikenal sebagai Democratic Parenting Style.
3. Permissive parenting, pola pengasuhan seperti ini tidak terlalu banyak memberikan aturan dan batasan kepada anak-anaknya. Mereka sangat hangat, longgar, memberi kebebasan, dan memanjakan buah hatinya.
4. Neglectful Parenting, pola pengasuhan seperti ini tidak menetapkan batasan secara tegas, tidak menerapkan standar yang sangat tinggi untuk anak-anaknya. Orangtua seperti ini cenderung acuh terhadap kebutuhan anak-anaknya dan tidak terlibat dalam kehidupan mereka. Hal ini dikarenakan mereka telah memiliki masalah mental tersendiri. Seperti depresi, penganiayaan fisik atau pengabaian anak saat mereka masih kecil.
2. Komunikasi dari Hati ke Hati
Menurut Diana Lie, tipe parenting Democratic atau Authoritative adalah yang ideal diterapkan dalam mengasuh anak-anak. Selain itu cara berkomunikasi dari hati ke hati, efektif juga menjadi kunci yang harus dipegang setiap orangtua, dengan;1. Mendengarkan dengan seksama baru merespon
2. Berbicara dua arah, dengan posisi setara sebagai sesama manusia
3. Diskusikan tentang perasaan dan apa keinginan masing-masing
4. Berikan kepercayaan dan penjelasan untuk saling mengerti
5. Komunikasi juga dengan bahasa tubuh dan ekspressi yang tulus serta sentuhan kasih sayang
Anak-anak sejak usia balita sudah bisa loh memahami gaya komunikasi seperti ini, lakukan dengan bahasa sederhana, anak-anak juga bisa berlatih menyampaikan pendapat, merangsang kepekaan dan kemampuan komunikasinya.
Mengungkapkan kemampuan potensial anak memang, pastinya seperti membuka kotak pandora. Kita tidak tahu apa yang tersimpan didalamnya hingga kita benar-benar mengoptimalkannya, untuk itu orangtua juga perlu memahami kemampuan kognitif anak.
Kenali Kemampuan Kognitif Anak
Kemampuan Kognitif secara umum dapat diartikan sebagai kemampuan memecahkan masalah, dan kemampuan untuk beradaptasi dan belajar dari pengalaman hidup sehari-hari, untuk secara lebih tepat merepresentasikan dunia dan melakukan operasi logis dalam representasi konsep yang berdasar pada kenyataanKemampuan kognitif merupakan salah satu bagian dari hasil pengalaman belajar. mendeskripsikan bahwa pengembangan kognitif seorang anak yang telah berusia satu tahun dapat dilakukan dengan memberikan kesempatan pada anak untuk lebih banyak berbicara, mempraktikkan keterampilan baru, mengeksplorasi tempat-tempat baru, bermain dengan beragam alat permainan, menyimak cerita dan melihat-lihat buku bergambar.
KArena setiap anak unik, orangtua banyak mengalamiu kesulitan untuk mengetahui dengan jelasa kemampuan kognitif anak. Tetapi, serangkaian test ternyata bisa dilakukan dalam memberikan rekomendasi kepada orangtua tentang apa kemampuan dan kelebihan serta kekurangan anak yang perlu di akomodasi dan di fasilitasi dalam memecahkan berbaagai masalah.
Potensial Mapping dengan AJT CogTest
Bagaimana cara memetakan kemampuan potensial anak?
Selain Diana Lie, dalam acara ini ada, mba Zata Ligouw mama blogger inspiratif yang bercerita pengalamannya dalam memetakam kemampuan potensial anak, menemukan kecerdasan Kognitif melalui AJT CogTestAJT CogTest adalah tes penilaian berbasis bukti yang memberi wawasan yang jelas tentang bagaimana siswa memproses dan memperoleh pengetahuan. Tes ini menawarkan pengukuran kekuatan dan kelemahan kognitif yang akurat, handal, tervalidasi dan lengkap.
AJT CogTest adalah test yang melibatkan orangtua dan anak. sebagai hasil pengembangan dan penelitian selama empat tahun melalui penelitian yang menggunakan teori kecerdasan modern Cattell-Horn-Carroll ("CHC")
AJT CogTest adalah alat ukur yang pertama di Indonesia, divalidasi, dan paling komprehensif untuk mengukur kemampuan serta kelemahan belajar siswa usia 5-18 tahun. Cara kerja AJT CogTest adalah Penelitian Berbasis Bukti yang di lakukan oleh PT MCI (Melintas Cakrawala Indonesia) perusahaan yang menyediakan produk dan layanan dengan kualitas terbaik untuk memastikan potensi anak.
Hadir dalam acara juga bapak Ari Kunwidodo selaku Direktur Utama PT Melintas Cakrawala Indonesia yang menyampaikan, “Tema How to Discover Your Child’s Potential diangkat dikarenakan banyaknya orang tua yang bersemangat membantu anaknya untuk sukses namun ternyata upayanya justru kadang membuat anak itu sendiri menjadi enggan berusaha lebih giat.
Dengan adanya test ini orangtua jadi lebih mantap mengarahkan anak-anaknya ya, sesuai dengan potensinya, mendengar pemaparan ini saya jadi penasaran seperti apa AJT CogTest.
dan ingin juga memahami profil kognitif anak-anak secara intens, supaya mereka bisa meraih prestasi yang diinginkan dan mencapai yang terbaik dalam hidupnya.
Jadi tertarik untuk melakukan AJT Cogtest ini untuk Alfath (dan Mamanya berarti ya?), hasilnya bisa menjadi acuan ya seperti apa arahan terbaik untuk terus support skill si kecil, supaya masa depan terbaiknya bisa mereka raih.
BalasHapusBagus ya mbak Nunu, konsep dari AJT cogtest ini, cabangnya ada dimana aja ya mbak Nunu? Jadi pengen tahu lebih detil deh.
BalasHapusAhhhhh bagus banget ya acaranya, aku jadi pingin supaya Resky ikut AJT CogTest supaya bisa ketahuan profil kognitifnya yaa... bisikin dong harganya mba :)
BalasHapusAku kita memang wajar ya kalo anak itu mengalami kesulitan belajar, tapi kalo terus menerus mengalami kesulitan belajar, artinya ada sesuatu yang harus diketahui apa penyebabnya.. dan jangan dibiarkan ya..dengan mengetahui permasalahan kenapa anak mengalami kesulitan belajar, mencari solusinya, InshaAllah potensi anak akan terlihat ya
BalasHapusIya nih penting banget ya, karena mba lintang ngalamin juga nih kesulitan belajar tapi dia hanya dua mata pelajaran, salah satunya matematika. Perlu juga tea ini kali ya
BalasHapusKira2 tes AJT tuh bayar berapa ya mbak? Hihihii..... Wah aku tipe orangtua kayak gimana ya? AKu mencoba fleksibel dalam arti tetap tegas namun ada kelonggaran yang diberikan pada anak sehingga anak tetap merasa disayang dan percaya diri. Alhamdulillaah anak2ku mah ga pake disuruh kalau belajar. Mau sambil nonton tv bisa, sambil makan juga boleh.
BalasHapusBabam udah tes dan saat di sekolah juga ngebantu pak guru untuk mempetakan Babam dan mengarahkannya agar potensinya bisa optimal
BalasHapus